LAPORAN HASIL KUNJUNGAN POSYANDU LANJUT USIA (LANSIA) AMONG WREDHA SATRIA



TUGAS TERSTRUKTUR
LAPORAN HASIL KUNJUNGAN POSYANDU LANJUT USIA (LANSIA)
AMONG WREDHA SATRIA






Disusun oleh
Leni Lismawati                                (G1B014003)
Sonia Dwi Astuti                              (G1B014014)
Putri Titis Cahyawening                 (G1B014015)
Nurul Rimadhani                             (G1B014024)
Amirrudin Muslim Anshori            (I1A015021)
Dimas Arya Pamungkas                  (I1A015101)
M. Fajri Adhianto                            (I1A015107)



KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
KESEHATAN MASYARAKAT
2015






BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Populasi lansia pada masa ini semakin meningkat, oleh karena itu pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya. Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok usia lanjut ini, pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang (Erfandi, 2008).
Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat adalah Posyandu lansia, pelayanan kesehatan lansia tingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit. Pelayanan Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).

B.     Tujuan
Untuk mengetahui kondisi kesehatan lansia, kader lansia dan permasalahan yang ada di Among Wredha.

C.    Manfaat
1.      Mengetahui kondisi kesehatan lansia di Among Wredha
2.      Mengetahui kondisi kader lansia di Among Wredha
3.      Mengetahui permasalahan kesehatan di Among Wredha


 


BAB II ISI

A.    Tinjauan Pustaka

1.      Pengertian Posyandu Lansia
Pos Pelayanan Terpadu Lanjut Usia (Posyandu Lansia) adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat yang proses pembentukan dan pelaksanaanya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM) , lintas sektor pemerintah dan non pemerintah, swasta, organisasi sosial, dengan menitikberatkan pelayanan promotif dan preventif tanpa mengabaikan pelayanan kuratif dan rehabilitatif (Novayenni, 2015).
2.      Pentingnya Posyandu Lansia
Posyandu lansia sangat penting diadakan karena dapat memudahkan lansia dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, sehingga kualitas hidup lansia tetap terjaga dengan baik, terpelihara dan terpantau secara optimal (Novayenni, 2015).
Selain itu posyandu juga sangat penting untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat (Depkes RI, 2003 dalam Maryam 2011).

3.      Metode Penelitian
Metode penilitian yang digunakan yaitu :

1. Wawancara
2. Observasi
3. Tinjauan Pustaka

B.     Hasil Kunjungan (wawancara) Posyandu
Nama Posyandu          : Among Wredha Satria
Alamat                      : RW 07 Kelurahan Bantarsoka, Purwokerto Barat, Jawa Tengah
Jumlah kader               : 5 orang
Strata                           : RW
Ketua Posyandu          : Slamet

1.      Posyandu lansia ini dibentuk dengan musyawarah karena warga masih memerlukan wadah lansia.
2.      Wilayah kerja hanya di RW 07
3.      Pengurus posyandu lansia adalah para pengurus itu sendiri yang dibentuk melalui kesepakatan masyarakat. Pengurus dipimpin oleh seseorang yang cukup memiliki kemampuan dalam memimpin karena selama ini kegiatan posyandu berjalan dengan lancar hanya sedikit hambatan dan kendala.
4.      Tugas pokok dan fungsi dari posyandu ini dapat dikatakan tidak ada, karena kepengurusan tidak berjalan dengan baik dan para pengurus tidak melakukan peran serta kewajibannya dengan yang seharusnya.
5.      Organisasi posyandu lansia ada tetapi tidak berjalan dengan baik, sehingga kepengurusan posyandu among wredha dilimpahkan kepada sekretaris posyandu.
6.      Mekanisme pemecahan masalah dalam kelompok lansia diselesaikan oleh sekretaris posyandu yang melakukan fungsi kepengurusan posyandu
7.      Jumlah lansia di dalam wilayah ada sekitar 90 orang tetapi yang aktif hanya  40 orang, artinya kurang dari 50% hal ini dikarenakan banyak lansia yang merasa malas datang ke posyandu atau memiliki kegiatan lain yang tidak bisa ditinggalkan
8.      Kader posyandu ini adalah masyarakat yang bukan usia lanjut
9.      Peran kader dalam posyandu ni hanya sebagai penggerak usia lanjut dan pengurus kelompok lansia, sedangkan untuk penyuluh kesehatan adalah tenaga medis dari dinas kesehatan puskemas setempat
10.  Para kader telah dilatih oleh dinas kesehatan yang diundang oleh kecamatan setempat dan biasanya ada mahasiswa bidang kesehatan
11.  Kegiatan yang dilakukan hanya berupa penimbangan BB, pengecekan tensi; darah dan kesehatan biasa. Selain itu juga beberapa kali diadakan pengajian dan jalan sehat
12.  Dalam pelayanan kesehatan posyandu dilakukan oleh tenaga medis yang dibantu oleh kader
13.  Sarana posyandu tersebut berupa buku pencatatan, KIT Lansia. Sedangkan buku panduan dan pedoman hanya sedikit (masing2 1 buah) dan tidak adanya tempat posyandu permanen, biasanya menggunakan rumah warga secara sukarela
14.  Sumber dana dari kegiatan posyandu adalah iuran dan kas warga setiap bulannya. Peran pemerintah biasanya dalam kecamatan untuk kegiatan pelatihan para kader posyandu. Sedangkan dokter dan tenaga medis lainnya diundang dari puskesmas secara gratis.
15.  Tidak ada kegiatan antar generasi dari posyandu lansia among wredha



C.    Pembahasan

1.      Permasalahan
Permasalahan dan kendala:
-          Warga lansia sekitar masih banyak yang malas untuk datang
-          Membutuhkan dana yang lebih besar
-          Kurangnya partisipasi dan peran serta dinas kesehatan kota baik material dan  non material
Sistem dari posyandu masih berantakan, karena ketua posyandu tersebut merangkap jabatan sebagai sekretaris posyandu; organisasi dalam posyandu pun tidak berjalan dengan baik. Selain itu posyandu tersebut tidak memiliki tugas pokok dan fungsi.
2.      Solusi Permasalahan
       Penyelesaian dari permasalahan dan kendala yang ada dalam posyandu lansia among wredha sebagai berikut:
a.  melakukan penyuluhan dalam bentuk kegiatan yang menarik kepada warga di RW 07 Kelurahan Bantarsoka tentang pentingnya memeriksa atau mengikuti kegiatan di Posyandu, terutama untuk warga yang berusia lanjut
b. mengundang dinas kesehatan kota setempat untuk datang melihat langsung kondisi dari posyandu lansia tersebut. Dengan melihat langsung, dinas kesehatan kota akan ikut berperan dan membantu kegiatan yang ada di posyandu lansia among wredha tersebut baik dalam bentuk dana, tenaga medis, maupun peralatan yang dibutuhkan.
c. memembenahi sistem posyandu tersebut, mulai dari kepengurusan, organisasi, hingga membuat tugas pokok dari posyandu lansia tersebut. karena apabila ketiga kendala ini dibiarkan,  warga sekitar  dan dinas kesehatan kota akan semakin kurang peduli dengan jalannya kegiatan dari posyandu tersebut, bahkan tidak menutup kemungkinan posyandu tersebut tidak dapat bergerak lagi 






BAB III KESIMPULAN

A. Kesimpulan
            Kondisi dari posyandu lansia among wredha di RW 07 Kelurahan Bantarsoka ini masih memprihatinkan. Karena banyaknya pokok permasalahan yang belum terselesaikan.
B. Saran
            Saran bagi pemerintah, terutama pemerintah daerah agar lebih memperhatikan lagi kesejahteraan posyandu-posyandu di daerah pemerintahannya karena pada hakekatnya posyandu ada untuk melayani masalah kesehatan ringan masyarakat yang ada di lingkungan posyandu tersebut. Perhatian pemerintah daerah terhadap posyandu harus lebih ditingkatkan lagi khususnya bagi posyandu lansia karena masa lansia adalah masa-masa manusia mulai melemah dan rentan terhadap penyakit.
Saran bagi posyandu itu sendiri adalah untuk lebih membenahi struktur pengurus posyandu sehingga lebihh terlihat formal dan teratur. Dengan dibenahinya strukur pengurus posyandu sehingga terlihat lebih formal, maka pemerintah khususnya pemerintah daerah tidak akan segan memberikan bantuan ataupun dukungan terhadap posyandu tersebut. Selain itu Para kader sebaiknya lebih mengeluarkan ide-ide kreatif agar kegiatan posyandu lebih diminati oleh para lansia.






DAFTAR PUSTAKA

Maryam, R Siti, dkk. 2011. Mengenal Usia Lanjut. Jakarta: Salemba Medika.
Novayenni, Sabrian dan Jumaini. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Angka Kunjungan Lansia ke Posnyandu Lansia. JOM Ilmu Keperawatan Universitas Riau Vol 02 (01) Februari 2015: 1-8

ANALISIS JURNAL KESEHATAN DALAM KELUARGA



TUGAS TERSTRUKTUR
ANALISIS JURNAL KESEHATAN DALAM KELUARGA
ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


















Disusun Oleh
Leni Lismawati                      (G1B014003)
Sonia Dwi Astuti                   (G1B014014)
Putri Titis Cahyawening      (G1B014015)
Nurul Rimadhani                  (G1B014024)
Amiruddin M. Anshori         (I1A015021)
Dhimas Arya P.                     (I1A015101)
M. Fajri Adhianto                 (I1A015107)

UNIVERSITAS JENDERAL  SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
KESEHATAN MASYARAKAT
2015





1.      Gambaran Umum dari Jurnal
Kabupaten Butajira di Ethiopia merupakan kabupaten dengan tingkat ekonomi menengah ke atas karena sebagian besar penduduknya bermatapencaharian utama sebagai petani. Tingginya angka kelahiran dan kepadatan penduduk yang tidak sesuai dengan stabilitas ekonomi di Butajira mengharusnya adanya program keluarga berencana. Keluarga berencana merupakan suatu usaha yang mengatur banyaknya jumlah kelahiran sedemikian rupa sehingga bagi ibu maupun bayinya  dan bagi ayah serta keluarganya atau masyarakat yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kelahiran tersebut (Suratun, 2008).
Dalam pengertian sempitnya keluarga berencana dalam kehidupan sehari-hari berkisar pada pencegahan terjadinya pembuahan atau mencegah pertemuan antara sel mani dari laki-laki dan sel telur dari wanita sekitar persetubuhan.
Menurut Entjang, Keluarga Berencana (KB) adalah suatu upaya manusia untuk mengatur secara sengaja kehamilan dalam keluarga secara tidak melawan hukum dan moral Pancasila untuk kesejahteraan keluarga (Ritonga, 2003).
Menurut WHO, KB adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kehamilan dalam hubungan dengan umur suami istri, dan menentukan jumlah anak dalam keluarga (Expert Committe, 1970).
Keluarga Berencana adalah metode medis yang dicanangkan oleh pemerintah untuk menurunkan angka kelahiran (Manuaba, 1998).
KB merupakan bagian dari pelayanan kesehatan reproduksi untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual (Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, 2003).
Kelurga Berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah anak dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Mochtar, 1998).
Keluarga berencana adalah gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 2004).
Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum, 2008). 
 Program Keluarga Berencana untuk menekan jumlah penduduk telah dikenalkan sejak tahun 2003 oleh pihak pemerintah dan mitra kerja. Namun hingga 2008 tidak juga menunjukkan hasil yang optimal, hanya sekian persen respon positif dari penduduk butajira yang terdiri atas penduduk perkotaan dan pedesaan. Kemudian peneliti melakukan wawancara dari Oktober-Desember 2009 pada wanita yang telah menikah di Butajira mengenai Keluarga Berencana. Tingkat pendidikan, imigran, tempat tinggal, sektor mata pencaharian adalah beberapa variable yang digunakan dalam penelitian Determinants of Low Family Planning Use and High Unmet Need in Butajira District, South Central Ethiopia. Pada hasil penelitian dijelaskan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penggunaan keluarga berencana, umumnya tingkat pendidikan formal yang tinggi menyebabkan adanya pengetahuan wanita untuk melakukan keluarga berencana. Wanita yang tinggal di daerah perkotaan lebih banyak menggunakan metode keluarga berencana, seperti metode kontrasepsi modern dibandingkan dengan wanita yang tinggal di daerah pedesaa, baik dataran tinggi maupun dataran rendah. Sektor pencaharian seperti PNS, pedagang dan pengrajin juga memiliki tingkat kesadaran yang tinggi untuk menggunakan metode keluarga berencana dibandingkan dengan wanita bermatapencaharian petani. Selain itu wanita yang bukan penduduk asli atau merupakan imigran umunya menggunakan metode keluarga berencana dibandingkan dengan penduduk asli Butajira.
Rendahnya penggunaan keluarga berencana di Butajira sebagian besar disebabkan karena kebutuhan kontrasepsi yang tidak terpenuhi. Hal ini disebabkan oleh jarak dan rendahnya perekonomian keluarga. Meskipun program keluarga berencana di kalangan wanita di Ethiopia telah meningkat,  tetapi masih dalam taraf yang rendah. Kontrasepsi secara konsisten lebih rendah dibandingkan dengan tingginya kebutuhan yang belum terpenuhi di daerah kabupaten Butajira. Selain itu, kesehatan nasional Program ekstensi (HEP) yang telah diluncurkan, menunjukkan tingkat  keberhasilan yang rendah pada tahun 2008 di distrik pendidikan. Penyediaan keluarga berencana bagi masyarakat pedesaan merupakan salah satu dari 16 modul dalam HEP. Berdasarkan hasil penyuluhan kesehatan, banyak wanita yang terbebani dengan berbagai kegiatan yang dapat mencegah keberhasilan program.
Kabupaten Butajira didominasi oleh daerah pedesaan yang menderita tekanan penduduk dan dihuni oleh umat Islam, sehingga banyak terjadi poligami. Poligami menjadi penghalang kontrasepsi, karena meningkatkan keinginan wanita untuk memiliki banyak anak melalui kompetisi antara co-istri.
Menurut hasil penelitian, keinginan wanita untuk memiliki anak tidak menurun secara signifikan karena angka harapan hidup bayi yang dikandungnya meningkat. Mislanya 70,8% dari wanita menikah telah memiliki empat orang anak yang bertahan hidup, tetapi masih menginginkan anak lain.
Selain itu, disagregasi kesuburan menurut jenis tempat tinggal menunjukan 70% dari wanita yang sudah menikah dan memiliki empat orang anak yang masih hidup di daerah perkotaan, dataran rendah pedesaan  dan dataran tinggi pedesaan, masing-masing masih ingin memiliki anak lain di distrik pendidikan.
Setiap wanita di daerah perkotaan tahu tentang kontrasepsi. Sementara 97% dari mereka tahu setidaknya satu metedoe kontrasepsi bagi mereka yang tinggal di dataran rendah atau dataran tinggi Butajira.  Beberapa alasan lain untuk tidak menggunakan kontrasepsi adalah nilai-nilai sosial budaya dan norma yang menghalangi penggunaan KB di masyarakat.
Berbagai macam dan jenis metode keluarga berencana telah dikenalkan dan dibentuk kelompok berlatih di Butajira, seperti:
1. Metode barrier
    Contohnya : kondom yang menghalangi sperma
2. Metode hormonal
    Contohnya: konsumsi pil
3. Metode kontrasepsi alami
    Yang tidak menggunakan alat-alat  bantu maupun hormonal
(Sulistyawati, 2011)   
Dipo-Provera dan Pil dikenal oleh perempuan menikah dan masing masing diikuti oleh kondom untuk laki-laki dan Noplants sekita 82% dan tiga-perempat dari masing-masing peserta penelitian. Sedangkan kontrasepsi favorit yang pernah dipraktekan di kalangan perempuan menikah yaitu Dep-Provera (42,2%) diikuti oleh pil (24.7%). Setidaknya metode kontrasepsi modern kondom perempuan (0.4%). Namun demikian, metode kalender, LAM dan penarikan pernah dipraktekan sebesar 16.5%, 14.7% dan 12.3% oleh perempuan menikah.  
Sebenarnya konsep perencanaan kelahiran sudah dikenal sejak tahun 1850 sebelum masehi. Bahkan binatang mamalia yang tinggal di daerah dataran tinggi pun merencanakan kelahirannya sesuai dengan musim-musim yang dapat menunjang kelangsungan hidup anaknya. Fase estrus,yaitu pada saat mamalia betina tertarik dengan lawan jenisnya, dengan diatur sedemikian rupa sehingga kelahiran anaknya terjadi pada saat yang menguntungkan.
Manusia memiliki mekanisme biologis yang memengaruhi proses pengaturan kelahiran. Waktu dimulainya masa subur pada manusia relatif lebih belakangan dari pada hewan mamalia. Waktu mundurnya masa subur pada manusia memiliki beberapa tujuan, 1) untuk memastikan wanita/pria siap secara fisik dan mental untuk menjadi orang tua dan 2) menjamin agar orang tua dapat menurunkan pengetahuan, ketrampilan dan kekayaannya kepada anaknya. Oleh karena itu, wanita pasca menarche (Menarche adalah saat haid/menstruasi yang datang pertama kali pada seorang wanita yang sedang menginjak dewasa) tidak selalu langsung menjadi subur, tapi memiliki jeda waktu tertentu.
Wanita yang melahirkan akan menyusui bayinya dan tidak langsung memperoleh haid selama beberapa bulan, ibupun menjadi tidak subur. Jika jarak antarkelahiran terlalu dekat maka akan membahayakan bayi yang akan lahir, karena kondisi fisik ibu belum sempurna. Oleh karena itu, diperlukan jarak minimal 3 tahun dan maksimal 5 tahun.
            Beberapa ratus tahun sebelum masehi laki-laki dan wanita telah berusaha untuk mengendalikan reproduksinya agar tidak melebihi batas kemampuan tubuh. Sejak beberapa abad sebelum masehi laki-laki telah mengenal senggama terputus yang dirasa lebih efektif dari pada cara pengendalian reproduksi wanita pada saat itu.
Meskipun sebagian besar masyarakat sudah mengerem proses reproduksi tapi dalam pelaksanaannya ada ketimpangan antara pengaturan reproduksi laki-laki dengan perempuan. Karena alat kontrasepsi prempuan lebih banyak dari pada kontrasepsi laki-laki.
Menurut Wilopo, 2004 : Keluarga Bencana (KB) diperlukan untuk mewujudkan derajat kesehatan dan hak-hak reproduksi yang prima sebagai bagian dari hak-hak asasi (Pitoyo, 2010). Sedangkan menurut BKKBN, 2005 : tujuan utama KB adalah menurunkan angka fertilitas, sedangkan peningkatan angka prevalensi kontrasepsi menjadi indikator utama dari pelaksanaan program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia.
Keluarga berencana (KB) membantu pasangan suami istri bebas dari ketakutan untuk mengalami kegagalan kontrasepsi (hamil), terkena infeksi penyakit menular seksual (termasuk HIV), paksaan, dan terjadi kesetaraan dalam negosiasi (Pitoyo dkk, 2010)
2.      Kesimpulan dan Saran
a.       Kesimpulan
Penggunaan program keluarga berencana seperti kontrasepsi, baik tradisional atau modern masih kurang diminati dan jauh dari keberhasilan di Butajira meskipun menunjukkan angka yang cukup tinggi. Keberhasilan program keluarga berencana memiliki hambatan antara lain, sepeerti: agama, adat budaya dan kebiasaan. Pengetahuan dan penggunaan mengenai program keluarga berencana juga berbeda antara wanita penduduk perkotaan dan pedesaan, antar mata pencaharian dan antar tingkat pendidikan.
b.      Saran
Keberhasilan program keluarga berencana tidak hanya melibatkan tanaga kesehatan masyarakat dan mitra pemerintah saja. Tetapi pemerintah seharusnya melibatkan banyak bidang kehidupan untuk menunjang kesuksesan program keluarga berncana, sepeerti tenaga ahli bidang ekonomi, pendidikan, social budaya, hukum dan pertanian.









DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Padjadjaran. 1980. Teknik Keluarga Berencana (Perawatan Kesuburan). Bandung : Elstar Offset
Pitoyo, Agus Joko, Pande Made Kutanegara. 2010. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Sulistyawati, Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana.Jakarta: Salemba Medika


JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT UNSOED MEMPERINGATI HARI KESEHATAN NASIONAL KE-51

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman untuk pertama kalinya mengadakan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-51. Hari Kesehatan Nasional ini mengusung tema “Generasi Cinta Sehat Siap Membangun Negeri”.
Upacara bendera dilaksanakan di lapangan kampus Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman pada pukul 07.00 s.d. 08.00 WIB dengan jumlah peserta upacara kurang lebih sebanyak 120 peserta mulai dari angkatan 2012, 2013, 2014 dan 2015 serta civitas akademika Kampus Jurusan Kesehatan Masyarakat. 
Arif Kurniawan, SKM., M.Kes selaku ketua jurusan Kesehatan Masyarakat menghadiri upacara bendera sekaligus menjadi pembina upacara. “Upacara bendera merah putih dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Nasional ke-51 di jurusan Kesehatan Masyarakat Unsoed ini merupakan upacara bendera pertama kalinya di kampus ini. Semoga peringatan Hari Kesehatan Nasional yang ke-51 ini menjadi semangat kita sebagai agen preventiva untuk terus berjuang meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di Indonesia menjadi lebih baik ke depannya”, ungkap beliau.



Upacara bendera ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan peringatan HKN di jurusan Kesehatan Masyarakat. Badan Eksekutif Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman dalam rangka memperingati HKN mengadakan berbagai rangkaian kegiatan seperti :

1. Pemberian Penghargaan kepada Kader Posyandu
    Penghargaan ini diberikan kepada Kader Posyandu Balita Temugiring I pada hari Rabu, 11 November 2015. Posyandu Balita Temugiring I merupakan posyandu yang terletak di desa binaan Pengabdian Masyarakat Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Jendral Soedirman. 



2. Upacara Bendera Merah Putih

 
3.  Penyuluhan Kesehatan di berbagai institusi pendidikan

4.  Kompetisi Debat antar mahasiswa tentang Kesehatan
    Kompetisi Debat antar mahasiswa tentang Kesehatan yang berkolaborasi dengan UKM UREA. Kompetisi ini dilaksanakan pada hari Rabu dan Kamis, 11-12 November 2015 di ruang 2 Kampus Kesehatan Masyarakat.

5. Donor Darah yang berkolaborasi dengan UKM PLAKAT di Jurusan Kesehatan Masyarakat yang akan dilaksanakan di bulan November 2015 ini.


Rangkaian HKN yang di laksanakan tahun ini diharapkan dapat menjadi momontum dalam meningkatkan status kesehatan bangsa ini, serta dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya Kesehatan bagi masyarakat, khususnya bagi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat itu sendiri.
Maju Terus Pantang Menyerah!(RM-BJ)